ULASINDONESIA.COM., KENDARI , SULAWESI TENGGARA-Pengadilan Negeri Kendari, memastikan bahwa surat Ketua PN Kendari Nomor: 1759/KPN.W23.U1/IX/2025, tanggal 22 September 2025, perihal Permintaan Peletakan Patok Batas SHGU No. 1 Tahun 1981 an. Koperasi Perikanan/Perempangan Saonanto (Kopperson) yang ditujukan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Kendari bukan dalam rangka untuk pelaksanaan eksekusi, melainkan hanya untuk konstatering.
Hal ini disampaikan langsung oleh Humas PN Kendari Hans Prayogo, saat di jumpai oleh awak media di kantornya pada Kamis, 2 Oktober 2025.
Dalam kesempatan tersebut, Hans Prayogo juga meluruskan pemahaman masyakat serta melakukan klarifikasi pemberitaan di media yang selama ini mengesankan bahwa PN Kendari akan melaksanakan ekseskusi atas lahan ex HGU Kopperson.
“Jadi, konstatering hanyalah kegiatan pencatatan dan penyesuaian kondisi lapangan terhadap objek sengketa yang sudah memiliki putusan pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap. Tujuannya, untuk memastikan kesesuaian objek dengan putusan, seperti mencocokkan lokasi, luas, dan batas-batas lokasi objek sengketa yang tertera dalam putusan pengadilan,” kata Hans Prayogo.
Dari hasil kegiatan konstatering ini, lanjut Hans Prayogo,hasilnya akan dicatat oleh pengadilan dan dituangkan dalam berita acara. Dirinya juga memastikan, meski sudah ada berita acara konstatering, tidak serta-merta bisa dilakukan eksekusi. Sebab Pengadilan terlebih dahulu harus menerbitkan penetapan eksekusi.
“Jadi, jalan untuk sampai pada tahap eksekusi putusan itu masih panjang,” kata Hans Prayogo.
Terkait dengan objek sengketa yang sudah beralih kepemilikan, Hans Prayogo mengatakan, bahwa ada mekanisme hukum yang disediakan negara dan bisa ditempuh atau digunakan oleh para pihak yang merasa dirugikan.
“Misalnya, mereka yang saat ini berdomisili di atas lahan yang masuk dalam objek sengketa, namun mereka bukanlah subjek hukum atau pihak yang berperkara, tergugat atau termohon dalam perkara ini. Para pihak ini bisa melakukan perlawanan dengan menggunakan mekanisme atau sarana hukum yang ada. Memang terkesan rumit, tapi gimana lagi. Harus dijalani sebab sudah begitu hukum kita di Indonesia,” terang Hans Prayogo.
Lebih jauh kata Hans Prayogo mengatakan, bahwa PN Kendari menerbitkan surat ke BPN Kendari untuk kegiatan konstatering yang dijadwalkan tanggal 15 Oktober 2025, didasarkan pada permohonan eksekusi putusan yang diajukan Ketua Kopperson atas nama Abdi Nusa Jaya.
“Permohonannya dia ajukan sejak tahun 2018 yang lalu, namun tahun 2018 itu tidak jadi atau batal dilaksanakan. Tahun 2025 ini Pak Abdi Nusa Jaya ini datang lagi mempertanyakan tindak lanjut permohonannya. Itulah alasannya sehingga kami (PN Kendari) bersurat ke BPN Kendari,” jelas Hans Prayogo.
“Intinya kami melaksanakan tugas pelayanan kepada masyarakat. Ada masyarakat yang bermohon ke Pengadilan dengan menunjukan data dan dokumen pendukung, kami harus layani,” sambung Hans Prayogo.
Hans Prayogo juga mengatakan, bahwa Pengadilan tidak memiliki wewenang untuk mengukur dan mematok batas-batas tanah. Olehnya itu, Pengadilan secara tertulis meminta tolong kepada pihak BPN.
“Yang berwenang mengetahui objek sengketa, mengukur serta memasang patok batas-batas tanah kan BPN. Makanya kami menyurati BPN,” tuturnya.
Namun demikian, Hans Prayogo mengaku bahwa kegiatan konstatering merupakan tahap awal dari pelaksaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Menurutnya, pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara perdata seperti ini ada dua. Pertama, pelaksanaan putusan tanpa eksekusi dan kedua, pelaksanaan putusan dengan cara paksa atau eksekusi.
“Pelaksanaan putusan tanpa eksekusi bisa terjadi kalau pihak termohon atau tergugat bersedia secara suka rela menyerahkan objek yang dipersengektakan kepada pemohon atau penggugat yang memenangkan gugatan. Sedangkan pelaksanaan putusan pengadilan dengan cara paksa atau eksekusi dilakukan manakala termohon atau tergugat tidak mau menyerahkan lahan yang menjadi objek sengketa kepda pemohon atau penggugat yang memenangkan gugatan,” pungkas Hans Prayogo.
Untuk diketahui, kurang lebih 2 (dua) pekan terakhir ini ratusan warga Kelurahan Korumba, Kecamatan Mandonga, Kota Kendari, khususnya yang berdomisili di segitiga tapak kuda dan sekitarnya resah dan gelisah. Penyebabnya, adalah surat Ketua Pengadilan Negeri Kendari Nomor: 1759/KPN.W23.U1/IX/2025, tanggal 22 September 2025, perihal Permintaan Peletakan Patok Batas SHGU No. 1 Tahun 1981 an. Koperasi Perikanan/Perempangan Saonanto (Kopperson).
Surat Ketua Pengadilan Negeri Kendari tersebut ditujukan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Kendari. Dalm pokok surat yang ditandatangani Ketua PN Kendari itu, PN Kendari meminta bantuan kepada BPN Kota Kendari untuk meletakan/mendudukan sertifikat HGU No.1 Tahun 1981 atas nama Koperasi Perikanan/Perempangan Saonanto (Kopperson) yang terletak di Jl. Poros Bypass Kendari.
Dalam surat itu, Ketua PN Kendari menarasikan bahwa permintaan bantuan kepada BPN Kendari tersebut sehubungan dengan pelaksanaan putusan dalam perkara perdata No. 48/Pdt.G/1993/PN Kendari antara: Koperasi Perikanan/Perempangan Saonanto (Koppreson) sebagai pemohon Eksekusi melawan Wongko Amiruddin (dkk) sebagai para termohon eksekusi. Kegiatan peletakan patok batas dimaksud akan dilaksanakan tanggal 15 Oktober 2025, sekitar pukul 9.00 Wita.
Karenanya, masyarakat yang berdomisili di lokasi itu menganggap bahwa apa yang dilakukann PN Kendari tersebut adalah dalam rangka eksekusi putusan pengadilan Nomor 48/Pdt.G/1993/PN Kendari yang memang telah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) sejak tahun 1995 setelah Pengadilan Tinggi Sultra mengeluarkan putusan yang dalam amarnya menguatkan putusan pengadilan Negeri Kendari Nomor 48/Pdt.G/1993/PN Kendari dan Wongko Amiruddin dkk selaku termohon/tergugat tidak lagi melakukan upaya kasasi atas putusan pengadilan tinggi tersebut.
Penulis: BP Simon
REDAKSI

















