“Ini bukan hanya persoalan tentang tanah, tapi ini juga persoalan harga diri dan martabat. Ini bukan persoalan baru, warga masyarakat sudah cukup lama memiliki hak berdasarkan Sertifikat Hak Milik “
ULASINDONESIA.COM., KENDARI, SULAWESI TENGGARA-Polemik kepemilikan lahan eks Kopperson dengan masyarakat yang berdomisili di bilangan tapak kuda, Kecamatan Mandonga terus menarik perhatian publik, tak terkecuali puluhan organisasi pemerhati agraria Sulawesi Tenggara.
Demo Akbar tapak kuda, adalah bentuk desakan yang secara langsung di tujukan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk menyelesaikan polemik sengketa lahan antara masyarakat pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM) yang telah di terbitkan secara resmi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan pihak Kopperson.
” Presiden harus tahu ini bukan sekedar sengketa biasa, warga disini ada punya legalitas yang kuat. Kami berharap Pak Presiden memerintahkan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Republik Indonesia untuk segera menyelesaikan sengketa ini secara adil,” kata Abdul Razak (Kuasa Hukum warga tapak kuda) pada Minggu, 5 Oktober 2025.
Tak hanya itu, Abdul Razak juga menilai, bahwa langkah kantor wilayah BPN Sulawesi Tenggara untuk melaksanakan Konstatering atau sering juga disebut Pencocokan Objek bersama pihak Kopperson di tanggal 15 Oktober 2025 tidak memiliki urgensi.
“Status kepemilikan lahan masyarakat sudah sangat jelas, melalui jalur hukum tentunya kami akan tetap mempertahankan hak-hak masyarakat tapak kuda. Ingat, hak milik ini tidak bisa diganggu,” tegas Razak.
Abdul Razak juga mempertanyakan dasar permohonan konstatering, menurutnya pihak yang mendorong pelaksanaan konstatering tidak memiliki kepentingan langsung dengan tanah di tapak kuda.
“Status tanah jelas, bahwa HGU yang dipersoalkan telah berakhir sejak tahun 1999. Berbicara aturan, HGU yang berakhir masa berlakunya makan akan dikembalikan kepada Negara,” pungkas Abdul Razak.
Sementara itu, kuasa hukum kopperson, Fianus Arung juga mengakui bahwa HGU di tapak kuda masa berlakunya sudah habis. Akan tetapi harus ada kejelasan administratif perihal pencabutan HGU tersebut.
“Sesuai undang-undang HGU berlaku selama 30 tahun dan bisa diperpanjang selama 25 tahun. Namun bila lahan tersebut bersengketa, perpanjangan otomatis tidak sah. Pertanyaannya sekarang, apakah ada surat resmi pencabutan HGU itu,” pungkas Fianus Arung.(***)
Penulis: BP Simon
REDAKSI