ULASINDONESIA.COM., SULAWESI TENGGARA-Wajah-wajah resah dan sedikit tegang dari sebahagian besar warga masyarakat yang selama ini berdomisili dan menetap di Kelurahan Korumba, Kecamatan Mandonga, Kota Kendari atau tepatnya di segi tiga tapak kuda dan sekitarnya. Pasalnya, beredar informasi bahwa lahan yang selama ini mereka tempati, di tanggal 15 Oktober 2025 nanti Pengadilan Negeri Kendari akan melakukan eksekusi atas putusan Pengadilan Negeri Kendari Nomor 48/Pdt.G/1993/PN Kendari.
Putusan pengadilan tersebut merupakan putusan perkara gugatan perdata yang dimohonkan oleh Koperasi Perikanan/Perempangan Saonanto (Kopperson) selaku pemohon melawan Wongko Amiruddin dkk selaku termohon atau tergugat.
Berikut fakta yang sempat didapatkan oleh media ini dari cara melakukan pengumpulan data, dan informasi dari berbagai pihak, mulai dari awal mula pendirian Kopperson, terbitnya sertifikat HGU, penyebab terjadinya gugatan, hingga potensi konflik bila eksekusi putusan tetap dilaksanakan.
Bahwa sebelum Kopperson lahir pada tahun 1973, lokasi HGU yang diberikan pemerintah kepada Kopperson telah diolah oleh masyarakat secara perorangan. Salah seorang yang mengolah lahan ketika itu adalah Wongko Amiruddin dengan luas lahan kurang lebih 10 hektar.
Selanjutnya, pada tahun 1973, Wongko Amiruddin bersama La Sipala, La Ode Ado, La Ode Hatali, dan Adji Rihani bersepakat untuk mendirikan Koperasi Perikanan, Perempangan Soananto yang disingkat Kopperson. Koperasi ini kemudian mendapatkan pengesahan dari Kepala Direktorat Koperasi Provinsi Sulawesi Tenggara pada tanggal 23 Pebruari 1973 melalui SK Nomor 333/KPTS/II/1973.
Lebih jauh, setelah mendapatkan pengesahan dari Kepala Direktorat Koperasi Provinsi Sulawesi Tenggara, Kopperson kemudian bermohon kepada Gubernur Sulawesi Tenggara agar mendapatkan lokasi tanah untuk dijadikan lahan perempangan. Atas permohonan ini, Gubernur Sultra menerbitkan Surat Keputusan Nomor 01/HGU/1974 tentang pemberian sebidang tanah seluas kurang lebih 25 (Dua Puluh Lima) Hektar kepada Koppreson. Lahan 10 hektar yang diolah Wongko Amiruddin sebelum pendirian Kopperson masuk di dalam cakupan HGU seluas 25 hektar tersebut.
Atas dasar SK Gubernur Sultra No. 1/HGU/1974 ini, Direktorat Agraria Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 1974 menerbitkan sertifikat Hak Guna Usaha kepada Kopperson, dimana sertifikat tersebut berlaku selama 25 (Dua Puluh Lima) tahun yakni mulai tanggal 15 April 1974 sampai dengan tanggal 30 Juni 1999.
Akan tetapi, sejak Kopperson didirikan dan mendapatkan sertifikat HGU dari pemerintah, Kopperson belum pernah melakukan aktifitas perempangan sebagaimana tujuan awal pendirian Kopperson, maka lahan HGU seluas kurang lebih 25 hektar hanya menjadi lahar tidur yang tidak terurus. Setelah melihat lahan ini menjadi lahan tidur, salah seorang pendiri Kopperson, Wongko Amiruddin yang juga mendapatkan amanah sebagai Bendahara Kopperson kemudian berinisiatif untuk mengolah kembali lahannya yang kurang lebih 10 hektar dengan cara membagi-bagikan tanah seluas 10 hektar tersebut kepada keluarga dan kerabatnya. Ada yang mendapatkan pembagian melalui transaksi jual beli dan ada pula yang mendapatkan pembagian secara Cuma-Cuma.
Saat mengetahui tindakan Wongko Amiruddin tersebut, Ketua Kopperson, La Sipala, bersepakat dengan rekan-rekannya sesama pengurus untuk melakukan upaya hukum kepada Wongko Amiruddin dan rekan-rekannya yang menguasai lahan 10 hektar tersebut. Peristiwa itu terjadi tahun 1993 dan jumlah yang digugat oleh Kopperson sebanyak 38 (Tiga Puluh Delapan) orang.
Setelah melalui persidangan, gugatan Kopperson tersebut diputus hakim Pengadilan Negeri Kendari melalui putusan Nomor 48/Pdt.G/1993/PN Kendari. Di dalam amar putusan ini, majelis hakim yang menyidangkan perkara memutuskan dalam pokok perkara bahwa, mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian, menyatakan tanah yang terletak di Kelurahan Mandonga, Kecamatan Mandonga dengan luas 249.021 meter persegi dikurangi 3 hektar adalah tanah Hak Guna Usaha milik penggugat atau Kopperson dengan batas bagian utara berbatas dengan jalan samudera, termasuk empang yang digarap oleh La Sipala, H Adji Rihani, Almarhum La Ode Ado dan La Ode Rauf. Sementara bagian selatan berbatas dengan tanah negara. Bagian timur berbatas dengan tanah negara yang dikuasai atau digarap oleh Udin P, Anwar Sanusi, A. Palosangi, Marhali, Dg. Nabi, Gunawan, Budi Hardjo. Sementara bagian barat berbatas dengan tanah negara yang dikuasai oleh Muhtar, Tumbo Saranani, Hasim, dan tanah milik Ignatius Suwandi.
Selanjutnya majelis hakim melalui amar putusan menyatakan tergugat I (satu) sampai dengan tergugat XXXVIII (Tiga Puluh Delapan) kecuali tergugat XXXIV (Tiga Puluh Empat) dan tergugat XXXV (Tiga Puluh Lima) telah melakukan perbuatan melawan hukum. Menghukum tergugat II (Dua) sampai dengan tergugat XXXVIII (Tiga Puluh Delapan) terkecuali tergugat XXXIV (Tiga Puluh Empat) dan tergugat XXXV (Tiga Puluh Lima) untuk mengosongkan dan menyerahkan tanah yang dikuasainya kepada penggugat. Menyatakan segala bukti surat-surat dan sertifikat atas nama tergugat I (Satu) sampai dengan tergugat XXXVIII (Tiga Puluh Delapan) kecuali tergugat XXXIV (Tiga Puluh Empat) dan tergugat XXXV (Tiga Puluh Lima) tidak berkekuatan hukum.
Menyikapi putusan Pengadilan Negeri Kendari tersebut, Wongko Amiruddin dan kawan-kawan selaku termohon atau tergugat melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Sultra. Dan pada Tahun 1995, Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara menurunkan putusannya dengan Nomor 14/Pdt/1995/PT Sultra yang di dalam amarnya menguatkan putusan Pengadilan Negeri Kendari Nomor 48/Pdt.G/1993/PN Kendari. Karena Wongko Amiruddin dan kawan-kawan selaku tergugat tidak lagi melakukan upaya hukum atas putusan Pengadilan Tinggi Sultra tersebut maka putusan tersebut menjadi berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde).
Setelah putusan ini in kracht, maka pada tanggal 14 Nopember tahun 1996 Ketua Pengadilan Negeri Kendari menerbitkan surat penetapan Nomor 12/Pen.Pdt/C/Eks/1996/PN Kendari dan memerintahkan juru sita PN Kendari untuk mengosongkan tanah HGU Kopperson. Pada tanggal 26 Maret 1998 PN Kendari melakukan eksekusi putusan perkara Nomor 48/Pdt.G/1993/PN Kendari. Namun eksekusi ini batal dilaksanakan karena pihak pemohon atau penggugat dan pihak BPN tidak hadir di lokasi lahan yang akan dieksekusi. Batal atau tidak dilaksanakannya eksekusi ini oleh Pengadilan Negeri Kendari kemudian menuangkannya dalam berita acara.
Pada tahun 1999, tepatnya tanggal 30 Juni 1999 masa berlaku sertifikat HGU Kopperson yang diterbitkan pemerintah berakhir dan tidak lagi diperpanjang oleh pemerintah. Dengan demikian maka Hak Guna Usaha Kopperson atas tanah seluas kurang lebih 25 hektar menjadi hapus. Artinya, tanah seluas kurang lebih 25 hektar tersebut kembali menjadi tanah negara bebas.
Pada tahun 2007, Wali Kota Kendari Mansyur Masie Abunawas menerbitkan Nomor 156 Tahun 2007 tentang Tim Penanganan Masalah Tanah Korumba, khususnya tanah lokasi eks HGU Kopperson. Dan atas dasar SK Wali Kota Kendari tersebut BPN Kota Kendari pada tanggal 15 Mei 2007 menerbitkan telaah yang pada pokoknya menyampaikan bahwa dengan berakhirnya jangka waktu HGU Kopperson maka tanah tersebut menjadi tanah negara sehingga Pemda Kota Kendari memiliki kewenangan mengatur peruntukan, penggunaan dan persediaan tanah eks lokasi HGU Kopperson dengan tetap menghargai hak-hak keperdataan bekas pemegang HGU.
BPN Kendari juga menyampaikan dalam telaahnya, bahwa masyarakat telah cukup lama menguasai lokasi eks HGU Kopperson maka sepatutnya masyarakat diberi prioritas hak atas tanah lokasi dimaksud. Karena lokasi eks HGU Kopperson menurut Perda Tata Ruang Kota Kendari sebagian masuk kawasan jalur hijau (yang tidak memungkinkan masyarakat membangun di lokasi dimaksud) olehnya perlu revisi parsial tata ruang tersebut (revisi khusus lokasi dimaksud) agar masyarakat dapat mendirikan bangunan di atas tanah yang dikuasainya.
Pada tahun 2017, Kepala BPN Kota Kendari Kembali menerbitkan surat perihal klarifikasi lokasi Hak Guna Usaha (HGU) Kopperson menjawab surat dari Kantor Advokat/Pengacara dan Konsultan Hukum Hasrun Wawonii Law Office. Ddalam suratnya tertanggal 15 Agustus 2017 itu, BPN Kota Kendari menyampaikan bahwa HGU Kopperson telah hapus karena masa berlaku HGU telah berakhir sejak 30 Juni 1999 sehingga lokasi eks HGU Kopperson menjadi tanah negara. Penjelasan BPN Kota Kendari tersebut didasarkan pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 34 jo Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Pasal 17.
Kendati dari sisi administrasi yang diterbitkan pemerintah provinsi telah terang dan jelas bahwa HGU Kopperson telah berakhir masa berlakunya sejak tanggal 30 Juni 1999, juga diperkuat oleh instansi BPN namun masih ada pihak yang terus berupaya agar putusan Pengadilan Negeri Kendari Nomor 48/Pdt.G/1993/Pn Kendari tetap dilaksanakan. Adalah Abdi Nusa Jaya yang bermohon ke Pengadilan Negeri Kendari agar segera melaksanakan putusan dengan jalan eksekusi objek sengketa.
Tindakan Abdi Nusa Jaya ini tentu saja mengundang tanya banyak pihak, sebab dia bukanlah pendiri ataupun pengurus Kopperson yang diketuai La Sipala. Abdi Nusa Jaya hanyalah anak dari salah seorang Pendiri dan Pengurus Kopperson yang bernama La Ode Hatali. Meskipun faktanya Abdi Nusa Jaya telah menasbihkan dirinya sebagai Ketua Kopperson yang baru melalui akta notaris perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Kopperson, tanggal 10 Oktober 2015, akan tetapi dalam akta notaris yang menjadi landasan Abdi Nusa Jaya tersebut sebagaimana tertulis pada Pasal 1 ayat (1) nama Kopperson yang lama telah berubah nama menjadi Koperasi Serba Usaha Perikanan Perempangan “Saonanto” disingkat KSU-Kopperson.
Perubahan nama Kopperson ini yang dilakukan melalui perubahan akta notaris tentu saja melahirkan tafsir dari sebagian warga segi tiga tapak kuda. Salah satunya dari Ketua RT 04, RW 02, Qadar Siantang. Menurutnya, dengan nama baru tersebut maka Abdi Nusa Jaya tidak memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan ekesekusi atas putusan PN Kendari Nomor 48/Pdt.G/1993/PN Kendari.
“Dia (Abdi Nusa Jaya) tidak berhak mengajukan permohonan pelaksanaan putusan pengadilan antara Kopperson melawan Wongko Amiruddin dan kawan-kawan, sebab dia bukan subjek hukum yang turut berperkara. Dia bukan pendiri Kopperson, dia juga bukan penggugat,” katanya.
sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Kendari, DR. Ahmad Rustan, SH., MH., yang dimintai tanggapannya terkait masalah ini menjelaskan bahwa dengan berakhirnya masa berlaku HGU Kopperson maka secara hukum, hubungan hukum antara Kopperson dan lokasi tanah eks HGU menjadi hapus atau tidak ada.
“Jadi meskipun Kopperson tetap eksis sampai saat ini misalnya, putusan pengadilan tersebut tidak bisa lagi dilaksanakan atau dieksekusi karena Kopperson tidak lagi memiliki hak guna usaha atas tanah itu,” jelasnya.
Soal perubahan nama Kopperson sendiri, Ahmad Rustan menyarankan agar diteliti secara cermat sebab hal tersebut bisa saja menimbulkan akibat hukum yang berbeda.
“Bisa saja perubahan nama itu mengakibatkan pemohon eksekusi yang sekarang (Abdi Nusa Jaya, red) bukanlah subjek hukum yang berhak untuk mengajukan permohonan eksekusi,” katanya.
Selain itu, Ahmad Rustan mengingatkan kepada para pihak untuk mempertimbangkan dampak dari pelaksanaan eksekusi.
“Dampaknya pasti besar terutama terganggunya kemanan dan ketertiban masyarakat, sebab terlalu banyak masyarakat yang tidak tersangkut dengan putusan pengadilan tersebut namun akan menerima dampak kalau eksekusi dilaksanakan. Karena itu, sebaiknya para pihak terutama pengadilan harus mempertimbangkan dampak yang akan timbul. Karena salah satu tujuan hukum adalah untuk memberikan kemanfaatan kepada masyarkat. Kalau ketertiban masyarakat terganggu maka kemanfaatan hukum juga menjadi hilang,”pungkanya.(***)
Penulis: BP Simon
REDAKSI