ULASINDONESIA.COM., KENDARI – Sebanyak 100 lansia mengikuti Akademi Digital Lansia (ADL) program tular nalar, Masyarakat anti fitnah Indonesia (Mafinfo) Kendari, bekerja sama dengan Gereja Protestan Sulawesi Tenggara (Gepsultra).
Program tular nalar tersebut merupakan yang kedua kalinya, bertempat di Gereja Ora Et labora (Orel), dimana para peserta merupakan jemaat dari beberapa gereja, seperti jemaat Mepokoaso, Maranata, Mahanaim, Efrata, Immanuel, Getsemani, Oikumene, dan Ora Et Labora.
Setelah sukses menyelenggarakan ADL pada Desember 2022 lalu bekerjasama dengan Forum Silaturrahmi Pensiunan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Forsipnatrans), program tular nalar kini menyasar peserta lansia untuk di komunitas keagamaan.
Pendeta Steven Saemani, mengapresiasi dan menyambut baik pelaksanaan ADL di lingkungan Gepsultra, dimana edukasi literasi digital diberikan pada lansia.
“Apalagi, Gepsultra sendiri memiliki komunitas lansia yang cukup aktif,” katanya.
Koordinator Wilayah (Korwil) Mafinfo Kendari, Marsia Sumule Genggong mengatakan bahwa, program tular nalar adalah sebuah program literasi digital dilaksanakan oleh Mafindo yang didukung oleh Google.org yang berfokus terhadap literasi digital untuk pengembangan berpikir kritis.
“Akademi Digital Lansia adalah sebuah kegiatan yang mendorong Lansia untuk berpikir kritis dalam menerima informasi di dunia maya,” ungkapnya.
Ia menyampaikan, berdasarkan sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, dari 270,20 juta jiwa, 11,56 persen merupakan kelompok Baby Boomer (55-70 tahun) atau lansia. Survei Katadata Insight Center (KIC) menemukan hanya 28 persen Baby Boomers yang memiliki indeks literasi digital tinggi.
“Kelompok ini rentan terhadap paparan konten negatif di media sosial,” katanya.
Sebagai digital immigrant, lansia lahir dalam situasi di mana media digital belum ada. Kemudian, harus ramai-ramai pindah ke dunia yang sepenuhnya digital. Kebiasaan maupun budayanya, jelas sangat berbeda. Perhatian terhadap permasalahan warga lansia dalam penggunaan media digital sangat rendah.
Program peningkatan kapasitas literasi digital sebagian besar tercurah pada kaum muda, kalangan profesional, atau kelompok produktif lainnya. Warga lansia kerap menjadi target terakhir dalam gerakan literasi digital, baik di level lokal maupun nasional.
“Dalam keadaan dilematis seperti ini, warga lansia akhirnya kerap menjadi sasaran penyalahgunaan perangkat digital,” bebernya.
Menurutnya, hambatan interpersonal, struktural dan fungsional menjadikan warga lansia rentan terhadap ekses negatif dunia digital.
“Mereka gagal melindungi perangkat, data pribadi, dan privasi karena memang tidak memiliki kemampuan dan tidak ada pendampingan atau menjangkau mereka untuk meningkatkan kapasitasnya,” ungkapnya.
Ancaman penipuan, hoaks, dan hasutan kebencian juga ada di hadapan lansia. Sehingga membutuhkan program pemberdayaan lansia di dunia digital yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.
Lanjut ia menyampaikan, tema literasi digital yang dibawakan adalah Aman dan pintar di media sosial, yang bertujuan memperkenalkan program tular nalar kepada masyarakat khususnya lansia sebagai sasaran program.
Kemudian, melatih lansia agar memiliki kecakapan digital dalam berinteraksi di media sosial agar terhindar dari praktek kejahatan dunia maya.
Lalu, melatih lansia agar dapat melindungi data pribadi di dunia maya. Melatih lansia untuk melakukan periksa fakta dengan menggunakkan beberapa metode dan alat bantu.
“Serta memberi pembekalan maupun pengetahuan kepada lansia agar mampu menjadi agen literasi digital,” bebernya.
Pelatihan tersebut dilaksanakan dengan model micro teaching yang melibatkan 10 orang fasilitator dari Mafindo Wilayah Kendari, yaitu Dr. Jumrana, Marsia Sumule Genggong, Fera Tri Susilawaty, Yunita Simatupang, Rahmawati, Cecep Ibrahim, Wa Ode Rosbiana Rasia, Deprianus Sarlis, Fadli Ansar, dan Muh. Dzal Jihad.
Writer: Fitri